Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Kamis, 08 Desember 2011

Tentang Kepedulian

Maaf. Saya memulai paragraf ini dengan sebuah permohonan tulus kepada kalian. Mencaci saya sekarang pun takapa. Sama sekali saya tidak keberatan. Baiklah. Selama ini kalian (mungkin) menganggap saya benar-benar tidak peduli dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan "kita". Maaf. Saya ralat. Yang berhubungan dengan "kalian". Hanya saja (seolah-olah) saya harus mengikuti semua kegiatan "kalian" itu.
Ya. Kebetulan saja kita "terlahir" di tempat yang sama. Tapi bukan berarti kita harus selalu bersama-sama. Jujur saja, saya sedikit risih ketika kalian berteriak-teriak di depan saya. Menanyakan di mana kepedulian saya terhadap "rumah kita"? Dalam hati, saya tergelak. "Rumah kita"? Rumah adalah tempat pulang yang hangat. Yang memberikan ruang untuk menjadi diri. Maaf. Saya tidak menemukan kehangatan itu di tempat yang kalian sebut "rumah kita" ini.
Kepedulian itu tidak harus kasat mata. Tidak harus muncul di setiap suasana. Setiap orang memiliki prioritas masing-masing. Yang mungkin tidak bisa dimengerti oleh orang lain. Kalian punya kerjaan. Saya punya kerjaan. Baiklah. Tidak perlu mengunggulkan kerjaan siapa yang paling berat dan yang paling sibuk. Semua adalah soal pilihan. Saya memilih keluar. Dan kalian memilih masuk. Bukan masalah besar sebenarnya. Lantas, mengapa kalian mempermasalahkan pilihan saya, sedangkan saya tidak pernah mempermasalahkan pilihan kalian?
Ada banyak alasan (jika saya mau beralasan). Tapi saya memilih diam. Membiarkan kalian meneriaki dan memaki saya. Apakah kalian peduli terhadap pilihan saya? Saya rasa tidak. Dan mengapa saya harus peduli pada pilihan kalian? Saya tidak punya komitmen dan tanggung jawab apa pun terhadap kalian!
Maaf. Saya memang tidak terbiasa dengan kerumunan. Tidak terbiasa terpesona dengan huru-hara yang ada. Saya lebih senang menghabiskan waktu saya sendirian. Terkesan egois dan autis, memang. Tapi, apakah seseorang hanya dinilai dari kesannya? Semoga saja tidak.

Tidak ada komentar: