Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Rabu, 21 Desember 2011

Kepada Ibu

Di luar gerimis. Mericik. Membunyi tik tik. Selain itu, sunyi.
Kepada Ibu. Maaf.
Aku takpernah sempat mengirimkan ucapakanku untukmu. Lewat sepotong
kartu pos atau mungkin berbisik pada senja.
Bagaimana kabarmu hari ini?
Aku yakin, engkau akan menjawab, "sangat baik."
Padahal aku tahu. Ada lelah di matamu. Ada letih di hatimu.
Ada sedikit luka di balik kata baik-mu.
Tapi bibirmu masih merasa baik-baik saja.

Kepada Ibu. Terima kasih.
Terima kasih kepada Tuhan. Yang memilihmu untuk menjagaku. Menjadi malaikat.
Tanpa sayap.
Pukul dua nanti aku ingin terlelap.
Berharap bisa memelukmu dalam dunia takberbatasku.
Aku tahu. Mata ini akan bengkak besok.
Sebab terlalu lama menahan rindu untukmu. Takapa.
Aku janji, sebelum matahari terbit,
aku akan mengirimkan satu kalimat untukmu. Semoga Ibu senang.

Selamat hari Ibu. Semoga setiap hari Ibu selamat. (Aku mengutip kicauan dari temanku, tak apa, kan?)

Ah, tunggu dulu.
Kemarin. Engkau mengirimkan satu klausa untukku.
Singkat. Dan menyayat.
"Dan kau wujudkan mimpi yang terindah di setiap malamku"
Masuk berjejal di dalam kotak masukku.
Aku tertegun di antara padat jadwal. Ada bening menggenang.
Terima kasih.
Tahukah engkau, Ibu?
apa mimpi terindahku di setiap malam?
ENGKAU!!
Melihatmu tersenyum. Mendengarmu bercerita riang.
Tidak ada yang lebih baik dari itu semua.
Ah, mungkin, coretan ini taksampai padamu.
Internet takbisa menyampaikan semua rasa, ternyata.
Iya. Takapa.
Aku yakin. Engkau sudah merasa bahwa aku (selalu) menulis
sesuatu untukmu setiap saat.

Tidak ada komentar: