Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Senin, 22 Januari 2018

Kepada Kamu dan Lelaki yang Kamu Cintai Diam-Diam

Sumber gambar klik di sini

Malam ini sendu sekali. Percakapan-percakapan di aplikasi pesan juga mengantarkan pada kenyataan bahwa jarak akan kembali membentang. Kembali memisahkan. Entah menggetarkan, entah tidak. Ditambah lagi, lagu-lagu yang terputar di radio tetiba mengingatkan akan pada banyak hal: tentang masa kecil, tentang cita-cita, atau tentang kerinduan pada entah apa atau siapa.

Di tengah tenggat proposal, selalu saja ada distraksi yang berhasil mengubah haluan, mengantarkan tangan untuk mengeklik laman ini, lalu bercerita saja, tentang apa saja.

Kembali pada jarak. Kali ini, kamu harus kembali mengalah. Orang yang sedang kamu sebut namanya berkali-kali dalam doa harus pergi. Bukan kepergian yang pertama bagimu, tetapi ini untuk pertama kalinya baginya. Menyesakkan? Tentu saja.

Seseorang yang sudah lama ada--selalu ada, lebih tepatnya--hanya saja tidak pernah disadari, beberapa hari ke depan, akan semakin jauh. Ia akan pergi ke kota yang sesungguhnya sangat kamu hindari hanya karena alasan-alasan klasik: orang yang pernah membuatmu bahagia sedang berkuliah di sana.

Namun, sesungguhnya, kamu akan segera mengangguk jika ia menawarimu untuk tinggal bersamanya. Sederhana saja, "Semua akan baik-baik saja selama kita masih memiliki kita" itu prinsipmu. Sekalipun, kamu harus meninggalkan semuanya di kota yang katanya metropolitan ini, kota yang memberimu (hampir) segalanya, yang menghidupimu. Dan, kamu akan dengan mudah mengiyakan untuk pergi jika ia memintanya. Disebut apa selain cinta? Tidak ada.

Kadang, tidak butuh banyak alasan untuk segala sesuatu yang disebut cinta. Perlahan kamu mulai memercayainya.

Love is being with someone who makes you happy in a way nobody else can

Barangkali, barangkali itu alasan satu-satunya. Ia yang akan terbentang jarak adalah orang yang membuatmu bahagia, sangat. Kamu sadari atau tidak. Atau ia menyadari atau tidak.

Saat ini, kamu pun masih tidak bisa menerka, apakah ia yang memberimu kebahagiaan adalah orang yang dikirim Tuhan untuk melengkapi atau ia akan pergi juga seperti yang lalu-lalu. Hanya saja, kamu belum pernah merasakan kebahagiaan sebagaimana sekarang dari orang yang lalu-lalu.

Kamu yang sedari dulu terobsesi kencan di theme park, tetiba saja, dia mengajakmu ke sana, tanpa kamu pernah bercerita apa pun tentang obsesi ini. Meskipun sebenarnya tidak dapat disebut sebagai kencan karena kalian hanya teman. Tapi, ini sebuah kebetulan, bukan? Dan, kamu sangat bahagia, bukan?

Atau, kamu juga sering membayangkan menghabiskan waktu di Timezone, sekadar bermain basket atau bowling untuk anak-anak, atau permainan-permainan bocah di sana. Dan, kamu berhasil mengajaknya tanpa terlalu banyak paksaan. Itu obsesimu selain berkencan di theme park, bukan?

Atau, dia selalu menanyakan pendapatmu terlebih dahulu untuk setiap keputusan yang akan kalian ambil, bahkan hanya sebatas makan di mana atau makan apa. Perasaan merasa dihargai bisa mengalahkan apa pun, bukan?

Atau, dia selalu ada di saat-saat genting dalam hidupmu, saat kamu butuh cerita tentang apa saja, saat kamu butuh bahu dan telinga, saat kamu butuh sandaran, selain Tuhan. Ia selalu ada.

Entahlah. Kamu hanya merasa bahagia saja ketika melihatnya, terlebih melihatnya baik-baik saja. Dan, kamu hanya berani memeluknya lewat doa-doa panjang sebab kamu tak ingin menghancurkan segala sesuatunya jika harus mengaku bahwa kamu mulai mencintainya lebih dari teman baik karena kamu sangat tahu bahwa ia sedang mencari perempuan sesukunya, sedangkan kamu tak bisa berbuat apa pun untuk mengubah sukumu menjadi sukunya.

Tapi, percayalah, semesta mendoakan kalian.



Depok, 23 Januari 2018, 1:21 WIB