Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Minggu, 11 Oktober 2015

Jauh Sebelum Hari Itu

Aku takingat, apakah aku pernah bercerita panjang lebar tentang masa sebelum mataku bertemu matamu itu. Jauh sebelum hari itu, jauh sebelum tanganku menjabat tanganmu untuk pertama kalinya. Lebih jauh dari itu mungkin. Aku sama sekali takingat.

Jauh sebelum hari itu, aku pernah jatuh cinta pada sebuah kota yang di dalamnya aku ingin tinggal, berlama-lama atau bahkan mungkin selamanya meskipun aku takpernah tahu dengan siapa aku di dalamnya. Hanya saja kota itu semacam cerita yang ingin sekali kubaca habis, pelan-pelan.

Jauh sebelum hari itu, aku sudah mencintai kota itu dengan sangat. Membayangkan suatu hari aku akan membaca buku di suatu senja dengan gerimis yang sedikit deras, di teras rumah, dengan menghabiskan secangkir cokelat panas. Betapa menyenangkannya. Atau pada hari-hari tertentu aku akan memakai rok berwarna jingga senja, kemudian datang pada sebuah pertunjukan tari atau sandiwara, duduk saja di sana, barangkali juga akan kedinginan karena suhu pendingin ruangan yang terlalu rendah. Tidak masalah kukira, sebab aku akan memakai selendang bidadari yang akan kulilitkan pada leherku agar terasa hangat. Atau aku akan datang dengan setumpuk pertanyaan yang kurangkum dari setumpuk buku pada banyak-banyak diskusi yang diadakan pada waktu-waktu tertentu.

Jauh sebelum hari itu, aku pernah berdoa banyak-banyak pada Tuhan agar hasil ujian yang aku kerjakan tempo lalu itu membawaku tinggal di kota itu. Sayangnya, pada saat itu, Tuhan mengirimku ke kota lain, yang jaraknya hampir 500 kilometer dari kota itu. Aku takbisa berbuat banyak selain menghadapi kehidupan dengan sebaik-baiknya di kota lain itu.

Jauh sebelum hari itu, aku pun pernah membayangkan betapa menyenangkannya jika aku bisa memiliki toko roti dan sebuah penerbitan. Sederhana saja, aku suka makan roti dan membaca buku. Haha. Selain itu, betapa menyenangkannya bisa membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain, biar hidup tidak sekadar hidup tanpa ada manfaat untuk orang lain. Barangkali, angan-angan itu muncul ketika aku masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Dan, jauh sebelum hari itu, aku sudah memiliki mimpi banyak-banyak tentang masa depan.

Jauh sebelum hari itu, aku sudah punya mimpi yang ternyata sekarang hampir semuanya ada pada kamu. Tetapi aku tahu, segala mimpiku dan kamu adalah hal yang berbeda.