Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Sabtu, 30 Juli 2011

Untukmu yang di Sana.

Tibatiba aku ingin menulis puisi. Menuangkannya dalam
cangkir. Seolah kopi yang teraduk. Lalu, air yang bening
sedikit menghitam. Mungkin, selegam senja yang berjelaga.
Tubuhnya renta. Wanginya resah. Setia mendengarku
bercerita.

Rindu.

Satu kata itu. Sedikit mewakili perasaanku yang membuncah.
Aku rindu dekapan hangatnya. Terlebih pada bulan-bulan ini.
Kumandang kalimat Tuhan membahana. Memenuhi buana. Aku
teringat. Canda tawanya ketika memelukku erat. Di antara
ruang kalimat nasehat.

Engkau di mana?
Berkali kugetarkan kalimat itu di bibirku. Warna biru karena
gigil taklagi kupeduli.
Tak pernah ada jawaban.
Susunan aksaraku mungkin taksampai padanya. Biarlah.
Biar aku yang terus mengeja namanya.

Sekarang aku tahu. Mengapa kita tiba-tiba hidup bersama.
Juga sebaliknya. Remah-remah kenangan yang kita susun
bersama, suatu saat akan berkata, “Aku panas dalam sakitmu,"

Kembali. Masing-masing dari kita juga suatu saat akan
kembali. Menjadi bayi yang takpeduli. Hanya saja,
dia kembali terlalu cepat. Menyisakan sedikit
rindu yang tak hangat. Menyesakkan.

Ah, Kakek. Selalu mampu membuatku rindu.
Ketika bulan suci ini mulai bermadu.

Senin, 04 Juli 2011

Tahu Apa Kau tentang Bahasa Kita?

Tiba-tiba saja saya ingin. Entahlah. Mungkin ini dorongan hati saya sebab saya mencintai bahasa saya seperti saya mencintai diri saya. Ah, ini terlalu berlebihan. Menurut definisi ilmiah, bahasa adalah 'sistem tanda bunyi yang disepakati bersama untuk digunakan berkomunikasi, bekerja sama, dan mengidentifikasi diri'.
Bahasa bersifat arbitrer 'suka-suka; manasuka'. Tidak ada aturan yang pasti mengapa ini disebut blog, itu disebut cinta. Ah, semakin ngelantur nih contohnya. Intinya, bahasa adalah kesepakatan. Jadi, jangan heran kalau sekarang banyak bermunculan 'bahasa baru' yang semakin meramaikan negeri ini. :)
Yang penting, orang mengerti apa yang kita bicarakan. Oke selesai semua urusan. Tata bahasa juga sebenarnya tak begitu penting di percakapan. Apalagi grammar ini grammar itu. Percaya deh, semuanya itu akan menganggu komunikasi dan menghambat pesan yang ingin disampaikan.
Hanya saja, orang sering salah kaprah mengenai tata bahasa ini. Banyak orang mengira, jurusan Sastra Indonesia--seperti saya sekarang--haruslah benar tata bahasanya ketika ngomong. Harus sesuai dengan EYD atau apa pun itulah namanya. Ah, ini juga terlalu berlebihan. Tidaklah seseorang harus benar semua ejaannya ketika berbicara. Ya, beberapa orang memang seolah-olah mewajibkan kita harus memakai bahasa Indonesia yang baik dan benar di mana pun tempatnya. Tak salah memang. Malah ini positif. Namun, jika saran ini dilakukan, bayangkan berapa waktu kita habiskan untuk bertanya kepada teman, "Sudah makan belum?". Tidak dapat diprediksi betapa membosankannya percakapan kita dengan teman kita.
Meskipun demikian, hal seperti ini tidak membuat kita serta merta melupakan segala kewajiban kita berbahasa Indonesia. Ya. Selayaknya hidup, penggunaan bahasa kita juga harus semestinya. Melihat situasi dan kondisi. Dalam ragam ilmiah, kita harus mengikuti semua aturan tata bahasa Indonesia dan menggunakan ejaan yang disempurnakan. Sementara itu, kita tidak diharamkan memakai bahasa gaul, bahkan alay, jika memang situasinya mendukung. Saya selalu berusaha menempatkan diri saya ke dalam situasi dan kondisi. Jika saya sedang menulis blog seperti ini, bahasa jurnalistiklah yang saya gunakan. Namun, saya tidak akan pernah mencoba menulis dengan bahasa seperti ini dalam penulisan makalah. Bisa dijitak dosen saya. haha
Kalau masih takpercaya, coba nulis novel dengan bahasa sebaku makalah. Bisa-bisa novel kita dilempar ke genting atau mungkin langsung dibanting.

Ah, bahasa itu bukanlah sesuatu yang mengikat. Bukan sesuatu yang memberatkan. Mengapa pelajaran Bahasa Indonesia selama ini kurang diminati dan dianggap remeh? Ya, karena memang hal-hal seperti ini. Hal gagah-gagahan bahwa berbahasa harus benar, tak peduli dalam ragam atau laras apa pun. Bahasa Indonesia disampaikan secara kaku. Sulit. Pendapat itu tidak sepenuhnya salah. Tidak ada pendapat yang salah sih. Hanya saja, untuk sekarang, penerapan seperti itu belum bisa diberlakukan. Masyarakat kita masih belajar. Yang penting, kita tahu kapan harus menggunakan bahasa gaul, kapan harus menggunakan tata bahasa dan ejaan yang benar. Itu saja sebenarnya yang harus ditanamkan pada generasi muda. Tak perlu menyalahkan bahasa gaul apalagi bahasa Inggris sebagai faktor perusak bahasa Indonesia. Yang ada, bahasa-bahasa itu malah memperkaya kosakata bahasa Indonesia.
Bahasa selalu bersinggungan. Pengaruh-memengaruhi. Gak ada ceritanya sebuah bahasa tidak terpengaruh oleh bahasa lainnya. Bahasa itu cair. Bisa merembet ke mana-mana. Ah, mungkin, suatu saat nanti, bahasa di dunia ini hanya SATU. Ya, apa pun bahasanya.