Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Selasa, 01 November 2011

Ketika Perempuan Seharga Selaput Dara

Maaf. Judul yang saya gunakan sedikit ekstrem.

Jujur saja, saya sedikit tersinggung ketika beberapa orang beramai-ramai operasi selaput dara agar dikira perawan. Dan itu dipermudah dengan adanya penawaran-penawaran murah dari pihak medis untuk melakukan operasi ini. Sakit.
Maaf, kalau tulisan saya ke bawah agak sedikit subjektif dan emosional.
Baiklah. Saya akan memulai tulisan saya dengan rasa kecewa saya pada konstruksi sosial yang ada: Perawan adalah perempuan yang selaput daranya belum robek. Yang ketika malam pertama akan berdarah.
Itu menyakitkan. Sangat. Sebagai seorang perempuan, saya merasa itu jelas-jelas aturan yang dibuat seenaknya. Tak berperikemanusiaan! Selaput dara yang masih utuh tidak bisa digunakan sebagai tolok ukur apakah perempuan tersebut masih perawan atau tidak. Selaput dara adalah lapisan tipis--yang setiap perempuan memiliki ketahanan selaput dara yang berbeda. Bisa saja selaput dara robek karena jatuh atau terantuk benda tumpul. Jika sudah telanjur robek, lantas seseorang bilang bahwa perempuan tersebut tidak dapat menjaga kehormatannya dengan baik. Bukankah itu terlalu menyakitkan untuk pihak perempuan? Sementara (mungkin) perempuan tersebut benar-benar belum melakukan hubungan intim dengan siapa pun.
Perempuan dipaksa menjaga selaputnya, sedangkan laki-laki bisa seenaknya. Maaf, ini bukan tentang gender. Hanya saja, ini sebuah anggapan yang benar-benar menyudutkan perempuan.
Anggapan seperti ini membuat banyak perempuan yang berpikir pintas. "Ah, nanti bisa perawan lagi!" Ya, perawan lagi. Frasa yang muncul ketika ada operasi menyambung selaput dara. Ini jauh lebih menyakitkan. Keperawanan tidak dapat terjadi dua kali. Perempuan-perempuan yang termakan konstruksi sosial tersebut pasti menganggap bahwa keperawanan ditandai dengan utuhnya hymen (selaput). Anggapan ini tidak sepenuhnya salah, sebab isu yang berkembang di masyarakat memang seperti itu adanya. Lantas, banyak perempuan yang berbondong-bondong ingin operasi penyambungan selaput dara. Dan kebohongan pun akan terjadi.
Sungguh. Saya miris.
Ah, perempuan. Selalu saja. Kadang, saya terlalu bingung dengan semua ini. Di satu sisi, saya melihat ada banyak perempuan yang berjuang mati-matian memperjuangkan hak-haknya, tetapi di sisi yang lain, ada banyak perempuan yang terlalu pasrah pada keadaan.
Entahlah.
Namun, isu operasi selaput dara ini benar-benar membuat saya geram. Bagaimana bisa. Keperawanan seseorang hanya dilihat dari utuh atau tidaknya selaput dara, bukan dari caranya dia menjaga kehormatan. Apakah malam pertama akan jadi menyenangkan karena ada darah hasil operasi selaput dara? Saya tidak tahu. Tanyakan saja sama hujan yang merintik ketika senja.

3 komentar:

Risalahati mengatakan...

lalu kenapa tuhan menciptakan selaput dara? apakah saya juga harus bertanya pada hujan yang merintik ketika senja?

Fitria Sis Nariswari mengatakan...

tidak perlu. haha
Tuhan menciptakan selaput dara tentu saja ada alasannya. tapi, alasan Tuhan kadangkala tidak dipahami sepernuhnya oleh manusia, termasuk saya.

idhampho mengatakan...

yayayayay,,,,,,, betul banget,,,,