Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Sabtu, 05 Juli 2014

Perkara Pilpres yang Sebentar Lagi

Akhirnya saya pun terseret arus untuk tidak tidak membicarakan perkara ini. Saya tidak tahu banyak hal tentang siapa dan bagaimana kedua calon itu. Tentang apa visi misi mereka. Atau tentang apa dosa-dosa mereka. Hanya saja, saya tergelitik dengan hal-hal di luar hal itu. Hal-hal yang jika ditarik benang merahnya tidak akan memengaruhi jalannya pilpres ini.

Kemarin, saya membaca tulisan yang cukup netral yang disampaikan oleh Faldo Maldini--mantan Ketua BEM UI--yang dimuat dalam blog pribadinya, "Ada Indonesia di Ujung Sana". Tulisan ini berbicara tentang jalan panjang yang harus ditempuh oleh rakyat Indonesia, perjuangan yang terus-menerus harus dijalani, terlepas dari siapa pun pemimpinnya.

Saya setuju. Bahwa hari-hari ini dan beberapa hari ke depan akan menjadi hari-hari yang menentukan sejarah bangsa ini. Untuk kali ini, saya memutuskan untuk memilih, meskipun sampai detik ini saya belum menentukan pilihan. Saya cukup merasakan euforia pilihan presiden kali ini setelah periode-periode sebelumnya presiden saat ini mendominasi suara. Hanya ada dua calon, yang mungkin sama-sama baik atau sama-sama buruk, sehingga saya yakin masih banyak orang yang bingung memilih atas dasar tidak tahu mana yang lebih baik.

Ini adalah hari pertama hari tenang. Hari tanpa kampanye resmi meskipun saya yakin masih banyak kampanye terselubung di setiap akun jejaring sosial, entah kampanye hitam, putih, atau bahkan pelangi. Teman-teman saya dari beberapa waktu yang lalu juga hampir setiap hari meriuhkan calon-calonnya di grup Whatsapp. Ayah saya juga se(ter)lalu bersemangat mempromosikan calon yang beliau pilih. Setiap kali saya membuka akun jejaring sosial, yang ada hanya hujatan atau pujian terhadap salah satu calon.

Itu sah!

Tidak ada hal yang perlu dirisaukan. Kemarin, saya melihat sebuah meme yang intinya memohon agar 9 Juli cepat berlalu sebab banyak yang mulai eneg. Bahkan, seorang teman saya mengaku dari beberapa hari yang lalu hingga 11 Juli telah memblokir segala macam obrolan yang berkait dengan pilpres, pemilu, dan lain sebagainya itu.

Sejujurnya, saya jauh lebih menikmati respons yang ada daripada visi misi dua kandidat itu. Respons yang muncul seringkali sebuah ide kreatif yang luar biasa, katakan saja video-video kampanye atau slogan-slogan kampanye. Barangkali memang benar, momen pilpres 2014 tidak akan pernah terulang. Dua kandidat dengan pendukung masing-masing yang saya rasa sama kuatnya. Yang sudah memiliki media sendiri untuk mempromosikan dirinya. Sehingga, sampai detik ini pun, saya tidak ada bayangan siapa yang akan memenangkan perhelatan ini.

Kurang dari 3 hari, perhelatan itu akan digelar. Detik-detik menuju sejarah baru. Memilih untuk menikmati momen-momen yang tidak akan terulang ini sepertinya jauh lebih menarik daripada hanya mencaci atau melarikan diri. Barangkali, kali ini saya percaya bahwa politisi yang buruk terpilih karena orang-orang baik memilih untuk tidak memilih. Siapa pun pilihannya, saya yakin, ada kebaikan yang sudah dipertimbangkan baik-baik.

Dan, yang lebih penting, tidak terlalu berharap lebih pada siapa pun yang telah terpilih nanti juga akan menjaga kepercayaan pada negara. Memilih sewajarnya, percaya sewajarnya. Sebab, terlalu tinggi ekspektasi akan menjatuhkan dan membuat sakit. Percayalah, ketika siapa pun yang terpilih nanti, janji-janji pada masa kampanye akan menguap satu per satu. Lalu, terlupakan perlahan. Barangkali saya salah akan hal ini. Dan, semoga yang terpilih nantinya juga akan tetap amanah. Namun, pemerintahan yang sudah-sudah mengajarkan banyak hal.

Lantas, bagaimana jika siapa pun yang terpilih nanti, akan bekerja untuk pihak yang sama? Atau memiliki tujuan yang sama. Apakah segala macam caci maki dan hujatan selama ini masih berarti? Apakah kehidupan akan berubah menjadi sejahtera semuanya? Atau apakah kandidat yang dibela mati-matian itu akan peduli pada kehidupan yang membela itu? Ah, maafkan saya yang terlalu pesimis memandang negeri ini. Nyatanya, saya harus memandang pilihan presiden ini dari dua sisi. Dua sisi yang akan menyeimbangkan segala sesuatunya.

Barangkali, tulisan ini terlampau terlambat. Barangkali juga sudah terlalu banyak dibahas. Ah, maafkan saya yang tidak membawa kebaruan dalam sumbangan pemikiran perhelatan akbar ini. Namun, satu hal saja yang patut saya camkan baik-baik bahwa seharusnya saya tidak berhak membenci siapa pun meskipun saya berhak tidak memercayai siapa pun.

Jombang, 6 Juli 2014, hari-hari menjelang pilpres

Tidak ada komentar: