Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Rabu, 09 Juli 2014

Perihal Pilpres yang Sudah Tadi

Pilpres 2014 seru, ya? Barangkali saya bisa menjawab pertanyaan itu dengan anggukan mantap. Tentu saja sangat seru. Baru kali ini saya ikut deg-degan menunggu hasil penghitungan suara. Karena baru kali, Indonesia hanya terbagi dalam dua kubu, jika tidak A, maka B. Atau pilihan terakhir adalah golput. Namun, saya rasa, jumlah pemilih yang memilih untuk tidak memilih jumlahnya tidak sebanyak pemilu-pemilu lalu.

Dan, pada akhirnya, hari ini saya telah memutuskan pilihan setelah hari-hari lalu saya masih ragu pada pilihan. Saya menjadi minoritas dalam keluarga saya. Hanya saya satu-satunya dalam keluarga saya yang memiliki pilihan berbeda. Tidak masalah. Latar belakang militer dalam keluarga saya membuat keluarga saya menjadi pemilih Prabowo garis keras. Saya pun menghormati pilihan keluarga saya. Pun keluarga saya menghormati pilihan saya. Meskipun tentu saja, ada adu argumen antara saya dan ayah saya, terutama.

Hari ini, saya memutuskan untuk memilih Jokowi. Saya bukan pendukung fanatik Jokowi. Hanya saja, saya memilih atas dasar beberapa pertimbangan dan hati nurani saya. Paling tidak, saya memilih dengan mempertimbangkan rekam jejak, prestasi, siapa orang-orang di sekitarnya. Barangkali pertimbangan saya ini terlalu dangkal, tapi sudahlah. Saya sedang mencoba memilih yang terbaik di antara yang tidak terlalu baik. 

Dan, terlepas dari alasan saya itu, hari ini saya mendapat satu buah es krim Magnum Infinity dari ayah saya. Sebagai bayaran atas taruhan semalam. Berhubung saya dan ayah saya berbeda pilihan, ayah saya mengajak taruhan. Awalnya, ayah saya mengusulkan jika Prabowo menang, saya harus push-up sebanyak 25 kali, dan jika Jokowi menang, ayah saya yang harus push-up sebanyak 15 kali. Terasa tidak adil dan tidak ada fungsinya, bukan? Haha.

Lantas, iseng-iseng saja saya mengusulkan agar mengganti saja taruhannya. Taruhannya es krim Magnum. Siapa pun yang kalah, wajib membelikan yang menang satu buah es krim Magnum. Ayah saya setuju. Dan, saling olok sepanjang hari hingga prosesi penghitungan cepat memunculkan hasil.

Pada akhirnya, hasil penghitungan cepat keluar. Hasilnya tidak sesuai yang diharapkan. Ada dua hasil yang diusung oleh masing-masing media pendukung capres. Satu mengatakan Prabowo menang, dan satu lagi mengatakan Jokowi yang menang. Aneh memang. Entah siapa yang berbohong. Perbedaan angka itu malah semakin membuat lucu pemilihan presiden 2014. Rasanya baru kali ini, angka pada penghitungan cepat menjadi semacam opini yang berbeda pada setiap media.

Untungnya, lembaga survei yang mengatakan Jokowi menang lebih dapat dipercaya--paling tidak menurut ayah saya. Lalu, tadi, sebelum magrib, ayah saya menepati janjinya untuk membelikan saya sebuah es krim, tapi dengan satu syarat: jika nanti penghitungan KPU sudah keluar, dan ternyata Prabowo menang, maka saya harus membelikan dua es krim. Satu atas bayaran taruhan, dan satu atas ganti es krim saya hari ini. Saya mengiyakan! Haha

Sesungguhnya, siapa pun yang menjadi presiden nanti, tidak banyak berpengaruh dalam hidup saya. Hari ini saya sudah mengambil hak saya untuk berpartisipasi menentukan pilihan sesuai hati nurani. Siapa pun nanti yang menjadi presiden, toh, saya harus tetap menjalankan hidup sebagai warga negara yang baik, bukan?

Hanya saja, saya tidak mau melewatkan momen yang saya yakin tidak akan terulang ini. Menikmati euforianya sebelum ini benar-benar berakhir, termasuk taruhan yang hanya seharga es krim, atau adu argumen dengan ayah dan adik saya yang ujung-ujungnya saling olok. Ah, tapi, bukankah keluarga dan kebahagiaan harus dinomorsatukan? Iya! Kalau begitu, presiden nomor dua saja!

Tidak ada komentar: