Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Sabtu, 29 Juni 2013

Sore

Mari, kita bertemu di antara barat dan timur dari angin. Kita berbincang. Tertawa. Menangis. Bersama. Seolah teman lama yang bertemu kembali. Aku menyeduh teh. Dan, kita menyesapnya sedikit demi sedikit. Sembari menunggu senja yang sebentar lagi datang. Ada pisang goreng yang mengepul. Yang hari ini khusus kubuat untukmu. Kamu boleh mencicipinya tentu saja. Takusah ragu. Aku takmemasukkan apa pun ke dalamnya.

Mari, mari kita berbincang sewajarnya. Seolah kita takpernah kehabisan cerita. Atau seolah kita sudah mengenal lama sebelumnya. Mari, kita bicara. Seirama dengan ritme angin di belakang kita. Rasakan aroma tanah yang semalam terbasahi hujan. Hei, bukankah kau juga suka hujan? Aku hanya menebak sebab aku suka hujan.

Mari, mari kita tertawa. Bersama. Menertawakan segala hal yang mungkin menurutmu konyol. Ha-ha. Bukankah tawa adalah kegetiran yang menumpuk? Semoga. Semoga kamu setuju.

Mari, mari kita pulang. Sesudah menangis puas. Pulang ke rumah masing-masing. Semoga. Semoga kamu taklupa jalan pulang.

Tidak ada komentar: