Barangkali, memang benar apa yang dikatakan oleh seseorang di luar
sana, Sayang. Bahwa cinta itu membuat cukup, membuat menerima.
"Pergilah.
Kamu pasti akan menemukan lelaki yang jauh lebih baik daripada aku,"
katamu suatu waktu yang entah berapa kali. Yang entah ke berapa kali
juga aku menangis setiap kamu mengatakan kalimat itu. Kamu bilang aku terlalu sensitif. Namun, perempuan mana yang tidak menangis ketika lelakinya menyuruhnya pergi untuk mencari kebahagiaan lain. Sementara, lelaki itulah sumber kebahagiannya.
Ada nyeri yang takterungkap.
Aku
takpernah tahu, apa yang sedang ada dalam pikiranku tentangmu. Hanya
saja aku mencintaimu. Itu saja. Barangkali, itu cukup bagi seseorang--termasuk aku--untuk memutuskan bertahan. Pada apa pun. Pada
setiap apa, mengapa, dan bagaimana. Bertahan untuk tetap ada.
Aku takpernah menunggu lelaki lain--yang katamu akan lebih baik dari kamu--sebab aku mencintaimu. Cinta itu membuat cukup, membuat menerima. Aku takpernah tahu--atau lebih tepatnya takpernah mencari--siapa yang lebih baik. Bagiku, takada lelaki yang lebih baik daripada kamu. Sebab aku mencintaimu. Hanya kamu. Mencintaimu hanya tahu perkara waktu yang sedang dijalani. Bukan kemarin, terlebih besok.
Aku mencintaimu. Jika dengan cinta yang aku gembar-gemborkan ini takcukup, tentu saja, kamu boleh memilih: untuk pergi atau memilih yang lain. Ah, tetapi, tentu saja, kamu boleh bertahan selama kamu mau. Kamu juga masih boleh takpercaya jika aku akan tetap membuka lebar-lebar lenganku untuk menyambut pelukanmu selama apa pun.
Bukankah kita sudah sangat hafal kalimat ini: aku takkeberatan menunggu siapa pun seberapa lama pun, selama aku mencintainya? Aku hanya mencintaimu. Itu saja. Semoga itu cukup untuk membuatmu nyaman, bersamaku.
2 komentar:
nyeri menyemburat melintasi pikiran
nyeri menyemburat melintasi pikiran
Posting Komentar