Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Senin, 24 Februari 2014

Kepada Kamu. Muara Rindu

Semenjak kepergian itu, aroma tubuhmu--yang sempat kucium sebelum kereta yang membawamu pulang itu berangkat--masih melekat. Dalam ingatan. Padahal, sudah berapa purnama semenjak kepergianmu? Kukira banyak. Hanya saja, kenangan selalu saja membawa pada hal-hal yang seharusnya diingat. Tanpa diminta.

Kepada kamu. Rinduku itu jatuh. Bertumpah ruah dalam ruang tak terbatas. Pun tanpa diminta. Rindu. Yang semenjak bertemu matamu, aku selalu saja kerepotan untuk mengasuhnya. Pun rindu. Yang membuat mataku selalu mencari matamu. Mata bulat itu. Yang tak pernah berhenti membuatku merindu.

Kepada kamu. Rinduku menjadi liar. Yang sebelumnya tak pernah ada. Terbungkus rapi. Kini ke mana-mana. Serupa kopi panas yang tumpah. Menempel. Membuat noda. Susah hilang. Begitulah. Barangkali bisa dikata seperti itu. Ya. Hanya kepada kamu.

Lalu, jarak seringkali dituduh sebagai penghalang rindu. Aku toh setuju saja. Hanya, yang aku tahu. Jarak adalah satu-satunya alasan yang membuat rindu semakin khidmat. Yang aku juga tahu. Apa pun itu. Muara rindu masih sama. Kamu.

1 komentar:

Jeda Kata mengatakan...

Simple but true! Ahahaha..mantap!