Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Kamis, 29 Mei 2014

Kali ini tentang saya

Menjadi perempuan manusia yang baik itu sedikit butuh usaha, ya? Harus kuat menghadapi banyak hal dan banyak orang. Harus tahan dengan rasa kecewa dan sedih. Entahlah. Ini saya sedang tidak ingin membicarakan gender--apakah perempuan atau laki-laki yang lebih kuat menahan rasa kecewa--anggap saja saya sedang berbicara tentang manusia, atau jika masih terlalu umum, saya sedang membicarakan diri saya sendiri yang diatasnamakan manusia berwujud perempuan.

Baiklah. Sesungguhnya saya bingung harus memulai segala macam rasa ini dari mana. Entah dari mana rasa sedih yang tetiba banyak ini. Saya hanya ingin melakukan segala hal yang terbaik untuk orang-orang yang saya sayangi. Mencoba banyak cara agar mereka bahagia. Namun, terkadang, niatan baik itu tidak berbanding lurus dengan timbal baliknya. Lantas saya kecewa? Barangkali sudah tidak. Barangkali saya juga sudah menuliskan hal yang sama ini berkali-kali. Tapi, saya masih merasakan kesedihan yang sama. Ohh. Mungkin saya hanya belum banyak belajar bagaimana mengatasi rasa ini.

Mungkin benar, bahwa manusia tidak bisa membahagiakan semua orang. Ah, tapi, jika ingin membahagiakan beberapa orang pun saya belum mampu. Mungkin masalahnya ada pada saya. Saya yang terlalu memaksakan agar mereka bahagia. Nyatanya, mungkin sebaliknya. Duh. Jangan-jangan saya sedang membuat beberapa orang berpura-pura bahagia di hadapan saya. Ah, maafkan saya.

Saya tidak tahu harus bagaimana ketika seseorang yang saya sayang mengatakan bahwa dia kecewa dengan saya. Sementara, saya sudah melakukan hal terbaik dari diri saya untuknya. Ohh. Barangkali, terbaik dari saya belum tentu bisa menyamai standarnya. Saya hanya bisa minta maaf, tanpa tahu dimaafkan atau tidak. Lalu, saya tidak tahu harus bagaimana ketika saya ingin mengingatkan seorang teman agar tidak terjebak ke dalam sesuatu yang merugikan, teman saya tersebut malah menyalahkan saya karena menurutnya dia batal mendapat keberuntungan. Saya juga hanya bisa minta maaf. Saya juga tidak tahu harus berbagi dengan siapa lagi. Sesungguhnya, masih banyak hal lain yang membuat saya tidak tahu harus bagaimana. Saya hanya bisa meminta maaf. Berlagak kuat bahwa saya baik-baik saja di depan semua orang.

Begini saja, bagaimana jika kamu sudah melakukan segala hal dan apa pun untuk orang-orang terdekatmu, tetapi orang-orang terdekatmu tidak pernah menganggapmu ada? Lalu, jika kamu mengeluhkan hal ini pada entah siapa, dan entah siapa itu mengatakan bahwa kamu yang terlalu berpikiran aneh-aneh. Apa yang bisa kamu lakukan? Jika saya memang hanya bisa menangis diam-diam. Namun, menangis diam-diam pun, masih dikatakan terlalu sensitif dan aneh. 

Ah, menjadi manusia pun terlalu rumit rupanya, terlebih perempuan seperti saya. Yang menjadi serbasalah. Terlalu perhatian pada orang-orang yang saya sayang juga takut. Tidak perhatian pun saya merasa bersalah. Sebab, sungguh, saya menyayangi mereka. Jika rasa sayang ini pun belum cukup untuk membuat mereka bahagia, saya tidak pernah tahu lagi apa yang bisa saya berikan untuk mereka. Mungkin kebahagiaan tanpa saya.

Tidak ada komentar: