Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Sabtu, 04 Juni 2011

Masih Saja Proletar yang Harus Menangis

Beberapa hari yang lalu, teman SMP saya dikabarkan meninggal. Saya kaget. Entahlah. Padahal, ketika SMP, dia baik-baik saja. Tidak sakit-sakitan. Dia meninggal disebabkan oleh penyakit paru-paru. Ah, kasihan.

Kemarin, saya bertemu dengan teman SMP saya yang lain. Otomatis, yang menjadi pembicaraan adalah masalah teman saya yang meninggal itu. Ternyata, selepas SMK, dia bekerja menjadi buruh di pabrik sepatu, sebut saja PH. Gajinya hanya kurang lebih 800 ribu/bulan, sedangkan obat untuk paru-parunya lebih dari itu. Dia menderita penyakit paru-paru setelah bekerja di pabrik tersebut. Oh Tuhan, sebegitu tidak berharganya sebuah nyawa dibandingkan dengan produksi sepatu tanpa memperhatikan keselamatan kerja karyawannya. Bukan hanya dia saja yang menjadi korban, banyak teman-temannya yang lain yang juga menderita penyakit paru-paru karena setiap hari terkena gempuran zat kimia berbahaya yang ada dalam pabrik tersebut.

Saya hanya bisa menarik napas panjang. Lagi-lagi. Kaum buruh yang harus merasakan edannya kapitalis. Lantas siapa yang salah? Entahlah. Ini seperti memainkan permainan telur dan ayam. Tinggal dari sudut pandang mana kita berbicara. Hanya saja, saya berharap. Suatu saat nanti—entah kapan—kaum buruh mendapat haknya dengan baik. Tidak seperti ini, yang selalu dijadikan korban oleh setan yang bernama kapitalisme kontemporer. Ah, semoga.

Tidak ada komentar: