Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Kamis, 02 April 2020

Kepada Rahim Ibu,

Depok, 2 April 2020

Mungkin 29 tahun yang lalu, kita terakhir bertemu. Apakah kamu masih setangguh dulu? Apakah rumahmu masih hangat? Namun, satu hal dari tulisan ini, aku hanya ingin berterima kasih kepadamu. Sudah bertahan membawaku, mungkin sembilan, mungkin sepuluh bulan. Kukira bukan waktu yang singkat.

Semenjak kita tak lagi bertemu, aku tak lagi tinggal dalam dirimu, aku bertemu dengan banyak malaikat tanpa sayap juga iblis tanpa tanduk. Tidak seperti dalam kamu yang aman dan tanpa resah, di luar kamu, sering kali aku menggigil karena ketakutan, menangis karena kesakitan, hingga berdiam diri karena kebingungan. 

Ada banyak jalan yang harus kupilih, lalu kutempuh. Sendirian.

Jika kamu bertanya, apakah aku baik-baik saja? Kukira jawaban yang akan kuberikan pada orang-orang dan juga kamu masih sama: aku baik-baik saja. Seharusnya memang aku baik-baik saja. Tak perlu kau risaukan aku. Sepuluh bulan bersamamu sudah cukup membuatku memiliki gambaran bahwa nantinya hidup akan begini dan begitu saja. Meski aku pun tak ingat apa yang aku lakukan di dalam kamu kala itu. 

Sekarang giliranku bertanya, apakah kamu masih sekuat dulu? Sebab jika kamu tak baik-baik saja, ibuku juga tak akan baik-baik saja. Kamu tahu, bukan, ibuku adalah hampir seluruh aku? Duniaku berputar mengelilingi tubuhnya. Aku tak pernah membayangkan jika sehari pun aku tanpanya. Bagaimana mungkin aku bisa menjalani kehidupan ini tanpanya.

Maka, demi ibuku, aku mohon, tetaplah baik-baik saja dan kuat meski aku tahu, usiamu maupun usia ibuku terus berjalan.

Salam hangat,
Aku yang sedang rindu ibuku.

Tidak ada komentar: