Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Rabu, 21 September 2011

Sendiri

Sendiri selalu menyenangkan. Seperti kali ini. Di sana ramai. Banyak orang. Hanya saja aku di sudut sendiri. Ya. Kali ini aku ingin menulis. Ingin bercerita. Aku sedang di café sekarang. Café yang terletak di dalam gedung pertunjukan Salihara. Menunggu acara. Menunggui orang-orang bercengkerama. Aku memesan roti—entah apa namanya—dan es teh manis. Roti tawar yang dibakar. Dua iris. Di sampingnya ada semangkok kecil saus yang berisi telur setengah matang, irisan tomat dan bawang bombay, serta mayonaisse. Dari namanya, kukira rasanya manis. Ternyata tidak. Gurih. Tak ada yang istimewa. Hanya saja aku sendiri. Itu menjadi lebih nikmat. Hanya satu yang tak kulakukan jika di café seperti ini: merokok. Sungguh. Aku tak suka bau rokok. Apalagi mengisapnya.

Sekarang pukul berapa? Mungkin 6.45. Pukul tujuh nanti, aku akan ke atas. Menaiki tangga kecil yang ada di balik café ini. Lalu, aku akan duduk di sana untuk mendengarkan ceramah. Ceramah dari Sapardi Djoko Damono. Aku sudah pernah bercerita bukan? Jika aku suka Sapardi Djoko Damono.

Aku tidak tahu apa yang akan dibicarakan di sana nanti. Katanya tentang “Kesusastraan Indonesia sebelum Kemerdekaan”. Bahasan yang menarik sepertinya. Ya ya ya. Kesusastraan memang selalu menarik dibicarakan dan didengarkan.

Minggu lalu—di hari yang sama—aku juga ke sini. Tapi tidak mampir ke café. Pembicaraan mengenai gender dan kekuasaan pada tetralogi Pulau Buru Pramoedya Ananta Toer yang menjadi bahasannya. Menarik. Minggu lalu, aku bisa mengobrol dengan Ayu Utami. Ah, iya. Penulis itu. Penulis yang membuatku tergila-gila pada sastra.Seperti mimpi.

Sebentar, aku ingin kembali lagi bercerita tentang suasana café ini. tak terlalu luas. tapi cukup nyaman untuk menulis. Hanya diterangi lampu 5 watt di setiap meja. Tak berisik, tapi juga tak sepi. Aku satu-satunya orang yang memakai jilbab di sini. Lainnya adalah orang-orang yang sepertinya bebas dengan hidupnya. Ngobrol. Nongkrong. Merokok. Tertawa. Dan mungkin secuil dari kegiatan mereka adalah untuk mencari ide. Berbagi cerita. Menyenangkan. Ah, tapi hidupku juga tak kalah menyenangkannya dari mereka.

Sudah pukul tujuh. Acara segera dimulai. Aku harus segera membayar pesananku. Dan aku harus segera naik. Duduk manis mendengarkan ceramah. Rotinya mengeyangkan atau membuat eneg. Entahllah. Aku tak tahu antara dua itu. Lain kali saja aku meneruskan ceritaku. Aku senang di sini.

Tidak ada komentar: