Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Jumat, 15 April 2011

Pengkhianatan

Kata itu. Kata itu selalu memaksaku untuk kembali ke sebuah masa. Sakit. Menyakitkan. Sangat. Ya, sebuah rasa sakit yang teramat dalam memang hanya mampu ditorehkan oleh orang yang amat kita cintai. Hemm. aku sedang tidak berbicara tentang kisah cinta picisan. Entahlah. Mungkin 11 tahun yang lalu. Ah, sudah lama. Tapi luka itu masih ada. Lubang bekas itu belum menutup. Kertas yang telanjur sobek tak bisa kembali seperti semula.
Ya, sebuah pengkhianatan. Dari orang yang teramat sangat aku cintai. Seharusnya aku tidak patut menulisnya di sini. Namun aku hanya ingin memberitahumu bahwa kamu tidak layak merasakan luka ini. Kamu tidak harus terluka sepertiku.
Jujur, aku masih sangat trauma dengan kata itu. Aku benci pada orang-orang yang berkhianat. Aku selalu menangis ketika ada orang yang tak setia. Aku sakit jika harus melihat pengkhianatan. Ada sesak yang menjalar di hati dan hariku. Sampai sekarang.
Ya, seharusnya aku bisa memaafkan dan melupakan. tapi maaf, aku hanya sanggup memaafkan saja. Tidak akan pernah bisa melupakan. Padahal sudah lama bukan? 11 tahun yang lalu? berapa usiaku? Masih 9 tahun. Aku masih ingusan. Sudah dipaksa melihat pengkhianatan itu. Sudah dipaksa berpikir secara dewasa. Sudah dipaksa harus mengerti hidup. Padahal anak-anak seusiaku (mungkin) masih puas bermain-main. Atau berceloteh riang. Sementara aku? Aku hampir saja kehilangan salah satu dari dua orang yang sangat aku cintai. Aku hampir saja memilih salah satu di antara mereka. Aku hampir saja hidup sendiri. Aku hampir saja kehilangan masa depan.
Menyakitkan? Sangat. Aku sudah harus siap menghadapi cibiran dan tatapan aneh orang-orang di sekelilingku. Padahal, sungguh, aku hanya korban. Aku tak pernah meminta pada Tuhan untuk dilahirkan. Aku tak pernah meminta dikhianati.
Memang, sebuah pengkhianatan yang kita lakukan tidak hanya berdampak untuk kita. orang-orang di sekitar kita jauh merasakan sakit. ini membuat aku berjanji untuk tidak berkomitmen sebelum aku sanggup untuk setia. karena aku tidak mau hal yang sama terjadi pada orang-orang yang aku cintai. saya tidak mau mengecewakan dan mengkhianati mereka. sungguh. aku teramat mencintai mereka.
Semoga aku bisa menyembuhkan luka hatiku ini. rasanya masih nyeri. entah di hati sebelah mana.

Tidak ada komentar: