Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Minggu, 08 Januari 2012

Pulang

Setelah selesai urusan di kota ini. Aku selalu bergegas pulang. Berkemas. Lantas pergi ke terminal atau stasiun cepat-cepat. Sebab, pulang selalu membawa cerita. Perjalanan panjang di dalam kereta atau bus membuatku selalu rindu untuk kembali. Aku takpernah memasang headset untuk mendengarkan musik atau sekadar menutup telinga. Sebab, aku takkan pernah mendengarkan apa pun jika telingaku penuh. Padahal, kereta selalu membuat cerita sendiri. Ada cerita di setiap perjalanan. Ada obrolan yang kadang membuatku terpingkal atau tertusuk. Banyak hal ketika pulang dan perjalanan.

Aku pulang. Ke rumah. Ke tempat yang memberiku rasa hangat. Ya. Tak lama sebab aku harus kembali “pulang” ke rumah yang lain.

“Ah, gue males pulang. Ngapain pulang. Di rumah gak ada kerjaan!”

Aku teringat kalimat yang terlontar dari temanku itu. Pulang itu ke tempat yang memberi rasa hangat. Bukan kembali pada bangunannya. Tapi pada “rumah”nya.

“Berarti itu bukan rumah lo kalau sampai males pulang!”

Aku menjawab sekenanya. Mungkin, dia marah. Lantas dia terdiam. Ya. Rumah takkan pernah memberi rasa malas untuk ditinggali, bukan ditinggalkan.

Ngapaian pulang? Banyak yang menanyakan itu. Banyak hal! Sekadar memastikan bahwa semuanya baik-baik saja juga menjadi salah satu alasan. Mencium pipi dan tangan serta memeluk orang-orang yang di “rumah” adalah hal yang takbisa dilakukan oleh dunia virtual. Maka, aku harus pulang. Ke rumah. Ke tempat yang memberiku rasa hangat.

Mendengar tawa, bercerita banyak, atau hanya sekadar menanyakan kabar. Itu semua bisa dilakukan ketika pulang. Meski bisa dilakukan oleh teknologi, rasanya akan jauh lebih hangat ketika pulang.

Ah, yang terpenting. Aku bisa membuang rindu dari mereka. Pada orang-orang yang tulus mencintai. Yang setiap saat membuka pintu rumahnya untukku. Menyambut gembira kepulanganku.

Tapi, pulang selalu saja melalui proses panjang. Ada banyak pertimbangan. Sudah pernah kukatakan, di kota ini, aku (selalu) terlalu sibuk pergi. Hingga, terlalu lupa pada pulang. Ya. Aku tidak akan merasakan pulang, sebelum pernah pergi. Terlalu lama pergi, kadang juga membuatku lupa untuk pulang.

Semoga. Urusanku kali ini cepat selesai. Sebab. Sudah terlalu lama aku tidak pulang. Bahkan, sekadar bertanya kabar mereka pun taksempat.

Tidak ada komentar: