Aku sendirian saja di sini. Di gedung yang menjulang. Sudah pukul lima. Dan aku belum segera pulang. Kulihat orang lalu-lalang. Mungkin berpikir sedih atau senang. Ya, sedih karena tidak segera sampai rumah. Atau senang melihat hujan.
Seperti biasanya, kamu tahu bukan? Jika aku suka memperhatikan rintik. Senang melebur dengan rintik. Tik. Tik. Suara itu mampu membuatku jatuh cinta berkali-kali. "Pada siapa?", tanyamu. "Mungkin padamu atau pada rintik." jawabku singkat.
Aku suka pada hujan. Pada hujan yang suka bersijingkat menghampiriku dalam tidur. Atau pada hujan yang bersepatu bot agar jika masuk kamarku, lantaiku tidak kotor. Aku suka pada hujan yang membawakanku payung. Padahal, aku tahu. Hujan tidak akan membasahi rambutku.
Ah, aku selalu suka pada hujan. Kapan pun. Terlebih ketika hujan pada senja seperti ini. Jingga yang memudar. Temaram. Petang. Mengingatkanku padamu. Padamu yang sudah melukis jingga pada kanvas putihku.
Di luar hujan, Sayang. Kau mendengarnya, bukan? Kau juga bisa mendengar degup jantungku yang ketakutan, bukan? Aku ketakutan, Sayang. Hujannya terlalu liar bermain dengan halilintar. Jujur. Aku cemburu pada petir yang menyambar.
Sudah berapa kali aku terjebak hujan? Entahlah. Mungkin ratusan. Dan di antara ratusan itu, ratusan kali juga aku menghampirinya. Menadahkan tanganku ke arah langit. Berharap tubuhku terguyur air. Dingin. Tapi, itu menyenangkan, Sayang.
Hujan semakin deras, Sayang. Kau dengar itu kan? Kau juga dengar denyut hatiku? Hatiku yang takpernah berhenti merindukanmu!
2 komentar:
kayaknya aku udah pernah baca ini,, dimana yak? hehe.. ini lagi galau po?hehe
heh? masak siih? pernah lihat di mana? ini catatan baru akuuu lohhh. haha
hemm.. kan pengarang telah mati. jadi, gak ada hubungannya sama kegalauanku. :P
Posting Komentar