“Jika S2 nanti kamu akan tetap mengambil Linguistik?” tanya teman sekamar saya. Saya mengangguk mantap.
“Saya telanjur cinta!” saya berkelakar. Dia hanya menggeleng dan tertawa.
Mungkin, baginya, saya sudah sedikit tidak waras. haha. tidak apa-apa. Mungkin, baginya, kuliah saya selama ini terlalu rumit dan tak penting. sama sekali bukan masalah. Saya telanjur jatuh cinta pada bahasa. telanjur jatuh cinta pada naskah. dan tentu saja, telanjur jatuh cinta pada sastra. Terlalu berlebihan, sepertinya. Tapi tetap saja. Saya hanya mengatakan bahwa saya sedang jatuh cinta.
Di sudut kamar saya, ada sebuah rak buku sederhana. Rak buku itu selalu mengingatkan saya pada cinta saya pada bahasa. Selalu. Saya menyempatkan diri untuk memberi sampul plastik pada buku-buku saya. Agar terlindung dari lalat, saya pikir.
Ada empat susun. Saya bisa menaruh apa pun di rak itu. Saya meletakkan fotokopian semua naskah dan buku—yang takbisa saya beli—di rak paling atas.
Ah, saya kadang-kadang harus memfotokopi buku-buku atau naskah-naskah ini. Bukan tindak kejahatan, saya kira, karena saya ingin mendapatkan ilmunya. #ngeles haha
Tumpukan ini menandakan cinta yang bertumpuk-tumpuk. halah, ini juga terlalu berlebihan.
Kemudian, di rak kedua, saya meletakkan buku-buku fiksi saya. Belum saya baca semua, tapi saya suka semua buku fiksi saya ini. Ah, jumlahnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan toko buku. Atau koleksi teman-teman saya. Tapi, ini kumpulan buku fiksi saya sejak kuliah. Dan tentu saja, saya membelinya dengan uang hasil kerja saya. haha. #sedikitpamer
Itu buku-buku yang sedang saya pinjam dari perpustakaan UI tercinta. Buku Hikayat Kadiroen yang sudah saya cari dari semester kemarin. Bercerita tentang bagaimana masyarakat semasa kolonial. Dan ini benar-benar aset. Buku Membaca Sapardi dan Pengarang Telah Mati adalah dua buku yang saya baca untuk membandingkan. Segenggam cerita dalam Pengarang Telah Mati ada yang dibahas dalam buku Membaca Sapardi. Dan yang terakhir adalah buku Seno Gumira Ajidarma “Aku Kesepian, Sayang. Datanglah Menjelang Kematian!” Ah, Seno selalu membuat saya jatuh cinta berkali-kali.
Kemudian rak ketiga, saya meletakkan jurnal-jurnal yang saya dapatkan gratis, block note hasil seminar, map-map, majalah, berkas-berkas kepanitiaan, modul mengajar, bahkan hasil ujian. Sengaja tidak saya potret. Sebab bagian ini terlalu berantakan. haha
Saya meletakkan buku-buku kuliah saya di rak keempat. Ada kamus, tesaurus, dan buku-buku nonfiksi. Ini sedikit membuat saya pusing. Tapi, tetap saja. Tidak mengurangi cinta saya pada mereka.
Ini kamus yang baru saya miliki. Masih sangat kurang sekali! Harus ditambah. Ah, sebentar lagi akan ada Kamus Mistik karya saya dan kelompok Leksikografi saya. haha
Ini buku-buku kuliah saya. (Lagi-lagi) tidak banyak. Biasanya, saya meminjam di perpustakaan. Itu pun, masih sangat kurang sebenarnya. Dan saya harus membaca lebih banyak buku referensi lagi. Fiuh. Tapi, masalahnya saya selalu tertidur jika membaca. Oh la la. Ini menyebalkan.
Kembali ke kecintaan saya pada sastra, naskah, dan bahasa. Saya mencintai buku-buku itu seperti saya mencintai bahasa saya. Buku adalah bahasa. Buku adalah sastra. Dan buku adalah naskah. Dengan mencintai buku sama halnya dengan mencintai sastra, naskah, dan bahasa. Ah, tolong. Saya sedang jatuh cinta.
*Pada buku yang selalu menyampaikan rindu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar