Seharusnya, setiap orang sadar bahwa membahas fisik seseorang bisa jadi sangat menyakitkan, bahkan hanya sebatas kalimat, "Kamu gendutan, ya?"
Jika boleh saya bilang, standar kecantikan yang ada di dalam masyarakat itu sungguh jahat. Jauh lebih jahat daripada bahaya laten komunis yang sedang digembar-gemborkan itu. Meskipun keduanya tidak perlu dibenarkan juga.
Jadi begini, pertanyaan atau pernyataan tentang fisik--terlebih perempuan--seharusnya tidak perlu dibahas dan dibanding-bandingkan dengan kondisi fisik perempuan lain atau kondisi fisik sebelumnya. Terlebih pada momentum Lebaran, reuni, halalbihalal, atau apa pun itu acaranya.
Seseorang tidak pernah tahu, efek kalimat "Kamu gendutan, ya?" atau "Kok, kamu sekarang item banget, sih?" atau "Badanmu lebar amat, jadi susah masuk frame, kan!" atau "Kamu kerempeng sekali, kayak nggak pernah makan setahun!" atau "Ternyata dadamu rata, ya? Haha." atau "Bokongmu nggak ada beda sama papan jalan. Rata!" atau "Kamu harusnya pakai pensil alis, biar nggak kayak tuyul!" dan kalimat-kalimat lain yang serupa. Kalimat yang saya yakin hanya diucapkan sekilas tanpa dipikirkan masak-masak itu akan berdampak pada orang yang dilontari pertanyaan atau pernyataan.
Semenjak kuliah, tubuh adik saya mendadak jauh lebih berkembang daripada saya. Hal itu takpelak membuat setiap orang yang bertemu kami selalu berkomentar, "Kok, sekarang adiknya yang gendut, ya! Kakaknya kurusan!" Takhanya sekali, kalimat serupa itu terlontar berkali-kali. Tahu akibatnya? Adik saya kemudian diet mati-matian untuk menurunkan berat badannya. Beberapa kali jatuh sakit karena memilih tidak makan atau mengurangi porsi makannya sepersekian persen. Masih untung, adik saya tidak sampai mengalami gangguan pola makan.
Padahal, saya dan mama saya berkali-kali mengingatkan bahwa takmasalah memiliki tubuh subur selama sehat. Tetapi, ia lebih percaya kalimat orang lain yang barangkali setelah mengucapkan kalimat itu, mereka akan lupa. "Aku sakit, Ma, tiap kali ketemu orang selalu dibilang gendut," dalih adik saya setiap kali diingatkan tentang program dietnya itu. Saya jauh lebih sakit melihat orang-orang yang berjuang mati-matian untuk memenuhi standar kecantikan yang ada dalam masyarakat itu.
Baiklah, itu satu contoh. Belum termasuk kejahatan mitos lainnya, misalnya kulit putih, tubuh tinggi, rambut lurus, wajah mulus, dan hal-hal yang setipe. Yang pada akhirnya, membuat saya muak. Membuat saya ingin membisiki mereka satu-per satu bahwa tidak ada yang salah menjadi perempuan yang sama sekali berbeda dengan perempuan-perempuan yang dimitoskan sebagai perempuan "cantik" itu.
Naomi Wolf, dalam bukunya Beauty Myth, sudah membahas tentang hal ini yang ternyata pun tidak berubah setelah sekian puluh tahun. Mitos kecantikan akan selalu ada dan bertumbuh. Standarnya akan terus berubah mengikuti desain dari orang-orang yang punya kepentingan, misalnya produsen produk kecantikan dan media iklan. Lalu, sebagai masyarakat yang setiap hari terpapar produk-produk tersebut, tanpa sadar akan selalu membanding-bandingkan dirinya dengan model iklan produk tersebut. Dan, jauh lebih jahatnya, standar yang sesungguhnya tidak jelas batasannya itu, kemudian digunakan untuk melihat fisik seseorang lainnya dan digunakan sebagai alasan untuk mencela.
Jika dipikirkan secara mendalam, apa salah dan dosa perempuan yang bertubuh lebar, pendek, dan berdada rata, misalnya? The woman can't do anything with it. Selama seseorang tersebut tidak menyakitimu, tidak membuat keributan, tidak mengacaukan dunia, saya kira tidak perlu menyakiti hatinya dengan hal-hal yang tidak perlu.
Tidak semua perempuan paham bahwa segala yang ada di dunia ini, termasuk standar kecantikan, adalah konstruksi yang dibentuk, didesain, dan disengaja. Barangkali, mayoritas dari mereka berpikir bahwa menjadi perempuan seperti yang digambarkan dalam iklan adalah sebuah keharusan jika ingin diakui sebagai "perempuan cantik". Namun, masih banyak juga orang yang belajar tentang hal-hal seperti ini masih juga suka membahas fisik orang lain. Apa urgensinya? Apakah setelah seseorang bilang, "Ternyata dadamu rata, ya?" kepada seseorang lainnya, lantas bisa membuat dada seseorang tersebut berubah ukuran sebagaimana yang distandarkan? Tidak juga.
Maka, tolonglah, berhenti membahas fisik seseorang. Coba cari obrolan yang tidak perlu menyakiti siapa pun ketika bertemu kembali dengan teman lama ataupun teman baru. Banyak obrolan tentang sastra, filsafat, ekonomi, politik, iklim, lingkungan, dan topik menarik lainnya, tetapi kau lebih memilih membahas fisik seseorang? Hell-ooo! Sepertinya hidupmu butuh piknik!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar