Kurang dari 24 jam saya akan menghadapi sidang tesis. Sementara itu, saya baru saja menyelesaikan membuat poin-poin presentasi beberapa menit yang lalu. Tetiba saja, perut saya rasanya sedikit mulas. Untuk pertama kalinya, saya grogi menghadapi hal-hal presentasi seperti ini. Pun untuk pertama kalinya juga saya bergadang selama hampir seminggu untuk menyelesaikan tesis ketika tenggat waktu pengumpulan dua bulan yang lalu. Dan, begitulah. Tesis kali ini selesai pada waktunya dengan segala macam suka-dukanya.
Saya memilih topik tentang fenomena pesugihan di Gunung Kawi. Sedikit yakin, banyak ragunya saat itu. Sempat mengajukan ganti topik, tetapi ditolak oleh pembimbing. Akhirnya, saya pun takada pilihan lain selain menyelesaikan topik ini hingga selesai. Penelitian pertama saya lakukan pada bulan Januari. Sekira 10 hari saya menginap di Gunung Kawi, menghitung hari agar cepat selesai, tetapi lama-lama saya menikmati proses ini.
Data lapangan menunjukkan banyak hal yang takterlihat pada mulanya, tetapi memang seharusnya demikian. Setiap orang yang berkepentingan di sana selalu menekankan bahwa di Gunung Kawi bukanlah tempat pesugihan, tetapi hanya tempat ziarah atau ngalap berkah. Akan tetapi, logikanya, tempat ziarah "biasa" tidak mungkin dikunjungi hingga sepuluh ribu pengunjung setiap bulannya. Sesungguhnya, penelitian saya ini memang tidak mempermasalahkan ada atau tidaknya pesugihan di sana, tetapi hal-hal yang di luar itu, misalnya ideologi, politik, dan narasi dalam ritual ngalap berkah.
Karena pembahasan tentang persilangan hal-hal tersebut antara pemangku kepentingan di Gunung Kawi, saya pun harus mengkroscek data ke Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat karena pihak Gunung Kawi menyatakan bahwa kedua makam tersebut ada hubungannya dengan Hamengkubuwono III.
Baiklah. Singkatnya, saya harus penelitian ke sana kemari mencari data. Semacam lelah, tapi takbisa berhenti di tengah jalan. Saya harus lulus pada semester ini jika takmau membuang delapan juta untuk bayaran semesteran dan mau mempertahankan predikat cumlaude (yang sesungguhnya juga taktahu fungsinya untuk apa).
Sekarang, segala sesuatunya sudah hampir selesai. Barangkali 15 jam lagi saya sudah bisa menyandang gelar M.Hum. di belakang nama saya. Namun, sekarang saya tahu, apa yang membuat saya mulas. Lalu, setelah M.Hum. saya akan bagaimana? Akan ke mana? Akan melakukan apa? Akan bekerja apa? Pertanyaan-pertanyaan yang takkan habis itu sedikit-sedikit menghantui saya.
Dulu, ketika lulus jenjang sarjana, saya sama sekali takmemikirkan hal tersebut. Sebab saya langsung melanjutkan S2 dengan salah satu tujuannya adalah penundaan status pengangguran. Tapi sekarang? Saya mau lari ke mana lagi? Menunda segala sesuatunya dengan sekolah S3? Saya rasa menunda tidak akan pernah menyelesaikan masalah.
Satu hal sesungguhnya yang ingin saya lakukan selepas lulus: saya ingin mengajar. Tapi, entahlah, universitas mana yang rela menerima saya. Haha. Pilihan untuk tetap di kota ini atau pindah ke kota lain pun masih harus dipikirkan masak-masak. Pilihan untuk menikah--yang entah dengan siapa pun--harus masuk ke dalam daftar rencana. Atau pilihan melanjutkan S3 di mana dan kapan sebenarnya bisa dipikirkan mulai sekarang. Atau mungkin beberapa bulan mempersiapkan beasiswa dengan les bahasa Inggris dan kerja freelance di penerbitan bisa juga menjadi pilihan. Dan, segala sesuatunya sekarang berkumpul dalam perut, membuat melilit. Padahal saya harus istirahat, sebentar lagi waktu sahur, sebentar lagi sidang tesis.
Ternyata menjadi dewasa itu dilematis, ya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar