Apa yang bisa dilakukan seorang anak perempuan ketika ayah-satu-satunya-yang-sangat-dicintainya-mengutuknya demi membela perempuan lain-yang bukan ibunya? Lalu, anak perempuan itu-bahkan takpunya teman untuk bercerita-kecuali memang hanya Tuhan-nya.
Sementara selama ini dia sedang berusaha mati-matian untuk membuat ayah-satu-satunya-yang-sangat-dicintainya-itu bangga kepadanya. Dia sedang berusaha untuk mewujudkan mimpi-mimpi ayahnya-yang barangkali sekarang dia sudah tidak bisa lagi membedakan antara mimpinya atau mimpi ayah-satu-satunya-yang-sangat-dicintainya-itu. Dia sedang menjalani hidup-yang barangkali dia pun sesungguhnya tidak pernah membayangkan kehidupan seperti itu. Tapi, dia selama ini hanya diam. Menjalani saja semua yang didiktekan ayah-satu-satunya-yang-sangat-dicintainya-itu. Tanpa pernah punya keberanian untuk menolak, selain mengiyakan. Karena semua ada hitungannya. Biaya hidup, biaya sekolah, biaya kuliah, biaya ini-itu semuanya masih bergantung pada ayah-satu-satunya-yang-sangat-dicintainya-itu.
Sekali dia berbuat kesalahan, semua hitungan pembiayaan itu akan dirinci, dijabarkan secara gamblang di depannya. Diungkit-ungkit bahwa anak perempuannya itu belum punya apa pun yang bisa dibanggakan, padahal anak perempuan itu takpernah mempunyai cita-cita untuk menyakiti siapa pun, bahkan setelah ia punya segalanya yang bisa dibanggakan, kelak. Cacian sebagai anak-yang-taktahu-membalas-budi-kepada-ayah-satu-satunya-yang-sangat-dicintainya-pun meluncur dengan lancar di depan anak perempuan itu. Ditambah lagi dengan umpatan semacam-percuma-menyekolahkan-tinggi-tinggi-sebab-tidak-akan-berhasil-jika-kelakuan-kepada-orang-tua-seperti-itu. Satu kali pun, anak perempuan itu takpernah punya kesengajaan untuk menyakiti hati kedua orang tuanya.
Jika sudah demikian, lalu anak perempuan itu bisa apa? Sementara ayah-satu-satunya-yang-sangat-dicintainya-itu takpernah tahu, ia berdoa siang-malam agar ayah-satu-satunya-yang-sangat-dicintainya-itu selalu sehat dan bahagia. Ia sudah mengubur mimpinya dalam-dalam tentang bekerja kantoran, kuliah di luar negeri, berbisnis, dan hal-hal lain yang perlahan tapi pasti akan lenyap.
Ayah-satu-satunya-yang-sangat-dicintainya-itu-pun takpernah tahu bahwa anak perempuannya itu takpernah punya cita-cita lain, kecuali: membahagiakan orang tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar