Seperti biasanya. Saya terlalu biasa untuk menerima hal senang maupun sedih. Bagi saya sama saja. Sama-sama dari Tuhan yang patut disyukuri. Sore tadi. Sehabis kelas Wacana, saya (dengan sangat tidak sengaja) meninggalkan ponsel saya di laci kelas Wacana. Keluar gedung menuju perpustakaan. Dan saya baru tersadar jika ponsel saya tidak ada di dalam tas. Saya yakin. Ponsel saya ketinggalan di laci itu. Dengan segera saya kembali ke kelas.
Baiklah. Mungkin ceritanya mudah ditebak. Ponsel saya sudah tidak ada lagi di laci meja saya. Teman saya mencoba menelepon ponsel saya. Mati.
"Kok lo nyantai gitu sih handphone lo ilang?" teman saya--yang daritadi menemani saya--mungkin heran.
"Ya. Mau gimana lagi. Kalau jodoh pasti akan balik lagi. Kalau gak jodoh berarti ya bakal dapat ganti yang lebih baik." saya menjawab enteng sambil tertawa.
Dia terdiam. Membenarkan. Ya. Saya selalu percaya pada Tuhan. Yang akan mengganti hal-hal yang diambil-Nya dengan hal yang lebih baik.
Sesampainya di rumah, saya menelepon Mama saya. Seperti biasanya juga, Mama saya juga biasa saja. Sangat biasa. Malah melarang saya untuk menanyakan ke OB besok.
"Kamu kurang memberi kali!" Pas! Saya sudah menduga itu yang akan dibilang oleh Mama saya.
Iya. Mungkin saya memang sangat kurang memberi. Memberi ke siapa pun. Memberi apa pun. Termasuk ke Tuhan. Saya tahu.
Jujur saja. Ini kehilangan barang yang sedikit istimewa untuk pertama kalinya. Saya termasuk orang yang teliti. Sangat malah. Rapi menyimpan barang-barang saya. Apa pun. Tapi entah kali ini. Mungkin memang waktunya hilang. Sudahlah. Tidak apa-apa. Akan ada ganti yang lebih baik.
Kenapa saya harus mempertanyakan alasan ponsel hilang, sementara saya takpernah bertanya alasan segala kebahagiaan yang diberikan Tuhan pada saya. Cukup adil bukan? Semoga saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar