Seperti biasanya. Saya terlalu biasa untuk menerima hal senang maupun sedih. Bagi saya sama saja. Sama-sama dari Tuhan yang patut disyukuri. Sore tadi. Sehabis kelas Wacana, saya (dengan sangat tidak sengaja) meninggalkan ponsel saya di laci kelas Wacana. Keluar gedung menuju perpustakaan. Dan saya baru tersadar jika ponsel saya tidak ada di dalam tas. Saya yakin. Ponsel saya ketinggalan di laci itu. Dengan segera saya kembali ke kelas.
Baiklah. Mungkin ceritanya mudah ditebak. Ponsel saya sudah tidak ada lagi di laci meja saya. Teman saya mencoba menelepon ponsel saya. Mati.
"Kok lo nyantai gitu sih handphone lo ilang?" teman saya--yang daritadi menemani saya--mungkin heran.
"Ya. Mau gimana lagi. Kalau jodoh pasti akan balik lagi. Kalau gak jodoh berarti ya bakal dapat ganti yang lebih baik." saya menjawab enteng sambil tertawa.
Dia terdiam. Membenarkan. Ya. Saya selalu percaya pada Tuhan. Yang akan mengganti hal-hal yang diambil-Nya dengan hal yang lebih baik.
Sesampainya di rumah, saya menelepon Mama saya. Seperti biasanya juga, Mama saya juga biasa saja. Sangat biasa. Malah melarang saya untuk menanyakan ke OB besok.
"Kamu kurang memberi kali!" Pas! Saya sudah menduga itu yang akan dibilang oleh Mama saya.
Iya. Mungkin saya memang sangat kurang memberi. Memberi ke siapa pun. Memberi apa pun. Termasuk ke Tuhan. Saya tahu.
Jujur saja. Ini kehilangan barang yang sedikit istimewa untuk pertama kalinya. Saya termasuk orang yang teliti. Sangat malah. Rapi menyimpan barang-barang saya. Apa pun. Tapi entah kali ini. Mungkin memang waktunya hilang. Sudahlah. Tidak apa-apa. Akan ada ganti yang lebih baik.
Kenapa saya harus mempertanyakan alasan ponsel hilang, sementara saya takpernah bertanya alasan segala kebahagiaan yang diberikan Tuhan pada saya. Cukup adil bukan? Semoga saja.
Hurip iku Hurup
Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.
Selasa, 24 April 2012
Senin, 23 April 2012
April Hampir Habis. Dan Aku Baru Saja Menulis.
Ini benar-benar April hampir habis. Dan aku belum menulis sama sekali. Tentang apa pun. Terlebih tentang kamu. Maaf. Aku salah fokus.
Seperti bulan-bulan yang lalu. Banyak hal yang terjadi. Menyenangkan. Mengharukan. Menyedihkan. Bagiku. Itu sama saja. Sama-sama membahagiakan. Takkurang apa pun. Sudah kukatakan bukan? Konsep bahagia bagiku terlalu sederhana. Bahkan hanya bisa bangun pagi lalu melakukan hal-hal rutin, bagiku itu juga bahagia.
Bulan April ini. Tuhan memang sedang sangat-sangat baik padaku. Sudah kuceritakan padamu juga kan? Jika aku taklolos seleksi Mahasiswa Berprestasi, bahkan masih di tingkat Jurusan. Perasaanku biasa saja. Dan masih tetap berpikir akan ada ganti yang jauh lebih baik. Entah kapan. Ternyata. Apa yang teryakini. Itu jugalah yang terjadi. Aku memang taklolos seleksi Mapres Utama, tapi aku tetap menjadi Mahasiswa Berprestasi di Bidang Akademik. Takmenyangka. Indeks Prestasi Komulatif-ku menempati angka tertinggi di seluruh mahasiswa program studiku. Namaku terpanggil. Menerima penghargaan dan bantuan membayar Biaya Operasional Pendidikan--yang bagiku mahal itu. Terima kasih Tuhan. Mungkin, jika boleh kumenyebutnya, ini kado dari Tuhan untuk tanggal lahirku.
Baiklah. Aku memang selalu percaya kebaikan-kebaikan sederhana yang kulakukan untuk orang lain akan berdampak besar padaku. Di saat yang tepat. Mungkin kamu taktahu atau takingat. Jika tanggal 17 April kemarin aku berkurang umur. Entah. Berapa sisa umurku sekarang. Ya. Takperlu ucapan memang. Tapi aku bahagia ketika malaikat-malaikat kecil takbersayap yang serumah denganku menyiapkan kejutan tengah malam. Aku dibangunkan tepat pukul 00.00, mereka membawa kue tart cokelat yang lezat dengan angka lilin 99. Aku tertawa saja. Terima kasih. Sempat kami berdoa bersama. Bersenda gurau. Kata mereka, usiaku sudah mencapai 99 tahun. Iya. Tandanya aku harus sesegera mengingat kematian. Jika dihitung oleh kalkulator manusia, usiaku baru mencapai 21 tahun. Usia ranum.
Jujur saja. Tanggal 17 kali ini, aku takbanyak berharap mendapat ucapan selamat. Sebab aku tahu. Ini takpanjang. Takabadi. Tapi, aku tetap berterima kasih pada mereka yang sudah bersusah payah mengingat tanggal itu tanpa bantuan jejaring sosial.
Lalu, adikku satu-satunya. Dia mengirimiku ucapan "Selamat Ulang Tahun" berbelas-belas kali di kotak masukku. Mungkin, itu caranya menyayangiku. Aku juga sangat menyayanginya. Sangat. Orang-orang terdekatku memang takpernah melupakan tanggal itu. Kedua orang tuaku. Tanteku. Dan kedua adik sepupuku. Aku menyayangi mereka. Sangat.
Ketika berangkat ke kampus pun, aku bebas saja. Takada beban. Namun, lagi-lagi. Membuatku terharu. Teman baikku membawakan kue tart mungil yang cantik. Mengucapkan selamat ulang tahun dengan caranya. Aku hampir menangis. Terima kasih sekali lagi.
Bahkan, sampai hari ini aku masih mendapat ucapan selamat ulang tahun dan kado. Padahal, aku takmemiliki situs jejaring sosial yang beraplikasi pengingat ulang tahun itu. Terima kasih. Sudah mengingat hari itu untukku.
Satu lagi. Kado dari Tuhan yang takpernah berakhir. Aku lolos hingga tahap esai untuk Peneliti Muda Good Governace MWA UI Unsur Mahasiswa. Besok petang akan wawancara. Semoga Tuhan takbosan baik kepadaku.
Satu hal yang belum tertuliskan pada April ini: kamu! Semoga kamu juga baik-baik saja.
Langganan:
Postingan (Atom)