Sudah berapa bulan kita dekat? Aku lupa menghitung, barangkali kamu ingat. Aku tak bisa mendefinisikan kedekatan kita macam apa. Aku kapas dalam kainmu? Atau aku panas dalam apimu? Bukan. Itu puisi Abdul Hadi WM. Aku tak ingin menjadi plagiat untuk mencintaimu. Ya, agar rasaku ini tak ada yang menuntut.
Aku menyebutmu apa? Kekasih? Teman? Sahabat? Atau hanya rekan kerja? Entahlah. Lagi-lagi aku pun sulit menentukan statusmu.
Mencintaimu harus menjelma aku
Itu baris terakhir dari puisi Sapardi Djoko Damono. Sederhana. Bahkan lebih sederhana dari biasanya. Ya, mencintaimu tak perlu menjelma menjadi orang lain. Cukup menjadi aku sepenuhnya. Kita berbeda. Aku pun tak mau memaksakan perbedaan kita menjadi sama. Aku sederhana, sedangkan kamu?
Entahlah. Jika perbedaan yang membuat aku keukeuh untuk tidak mau mengakui bahwa aku mencintaimu. Mungkin itu hanyalah sebuah alasan. Ya, ada alasan lain. Aku tak mau mencintaimu. Aku tak mungkin mencintaimu. Meskipun pada kenyataannya, aku sangat mencintaimu. Ada alasan mendasar. Aku tak ingin menjalin hubungan dengan lelaki siapa pun untuk saat ini, termasuk kamu. Meski itu harus membuatku menangis di setiap sujud malamku.
Aku takut. Aku takut kehilangan. Aku takut kecewa. Aku takut pengkhianatan.
Itulah sebabnya, aku sama sekali tak ingin memiliki kamu. Karena rasa takut kehilanganmu jauh lebih besar.
Aku takut terjadi pengkhianatan di antara kita. Oh, terlalu jauh ya pikiranku? Entahlah. Aku sering tak bisa mengendailkan emosiku ketika berbicara tentang kamu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar