Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Senin, 18 Januari 2016

Selamat Datang, Tuan Tiba-Tiba!



Hallo, salam kenal.

Kadang, cerita tentang sesuatu bisa jadi dimulai dari hal apa pun. Tiba-tiba, tanpa terduga. Begitu juga dengan hal-hal yang sedikit mendebarkan, lalu tiba-tiba menjadikan senyum terkembang tanpa sengaja. Sebuah kalimat sederhana di sebuah tempat yang takterduga pun kadang membawa hal-hal yang takterduga pula. Setelah itu, segala hal yang dulu kadang menjadi standar ideal tiba-tiba menguar begitu saja. 

Aku boleh memanggilmu Tuan Tiba-Tiba?

Berapa lama kita mulai berbagi cerita? Kukira belum lama. Hanya saja segala sesuatunya berlangsung tiba-tiba.

Tuan Tiba-Tiba,
Kamu boleh menertawakan kekonyolanku hari ini. Yang tiba-tiba pula ingin menulis banyak-banyak tentang kamu. Yang sesungguhnya pun aku tahu, kamu tidak akan pernah membaca tulisan ini. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih. Atas segala macam telinga dan bahu yang sudah dengan sangat baik kamu sediakan. Atas segala tawa yang akhir-akhir ini pun aku sudah lupa rasanya. Atas segala kalimatmu yang sama sekali takberbunga-bunga itu, tetapi pada akhirnya aku memahaminya. Terima kasih. 

Tuan Tiba-Tiba,
Aku tahu. Di bawah ribuan bintang itu, kita seringkali sibuk dengan pikiran masing-masing. Kamu sibuk dengan analisismu tentang besi, baja, ikatan-ikatan kimia yang aku sudah sangat lupa itu apa, tulisan-tulisan dan baca-bacaanmu yang tidak jauh-jauh dari rekayasa ilmiah atau apa pun itu. Sementara aku setiap harinya masih sibuk dengan naskah-naskah yang harus aku edit, bacaan-bacaan yang bagimu juga entah apa, tulisan-tulisan juga yang taksatu pun kamu tertarik membacanya.

Namun, satu hal yang harus kamu tahu, Tuan Tiba-Tiba, aku tidak pernah merasa menjadi orang lain di hadapanmu. Aku tidak perlu bersusah payah membaca sesuatu yang entah apa agar aku bisa berbincang denganmu sehingga aku taktampak bodoh. Aku bisa membaca apa pun yang aku suka, termasuk teenlit yang entah sejak kapan, aku taklagi membacanya. Tentu saja, tanpa cibiran darimu. Barangkali, bagimu, semua buku fiksi sama saja. Sama-sama tidak kamu mengerti. Haha

Dan, barangkali, aku di matamu juga sama, sama-sama tidak mengerti ketika kamu sudah mulai bercerita tentang analisis yang sedang kamu kerjakan itu. Padahal, aku yang memancingmu untuk bercerita, aku pula yang tiba-tiba harus menghentikannya. Dan, kita hanya tertawa setelah itu.

Tuan Tiba-Tiba,
Sesungguhnya, aku sama sekali tidak berencana untuk berbagi kebahagiaan denganmu secepat ini. Ada hal-hal yang belum benar-benar aku selesaikan. Ada hal-hal yang berulang kali kutakutkan. Dan, ada hal-hal yang takpernah bisa kujelaskan. Hanya saja, matamu yang menenangkan dan jabat tanganmu yang hangat itu semacam menjawab segala pernyataan dan pertanyaanku yang takkan pernah selesai. Rasanya tidak adil jika aku tidak mempersilakanmu masuk.

Semoga saja, kamu tidak akan pergi dengan tiba-tiba jika suatu hari nanti kita sedang berada dalam kondisi kecewa, entah atas sebab apa. 

Maka, selamat datang di rumah yang sedang direnovasi, Tuan Tiba-Tiba! Semoga kali ini aku bisa menjamu tamu dengan jauh lebih baik.