Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Senin, 09 Desember 2013

aku mencintaimu

waktu memang terlalu cepat membawa kita pada hal lain. termasuk jatuh cinta. siapa sangka. aku bisa jatuh cinta padamu. setelah waktu-waktu yang lalu. yang takpernah ada kata kita. siapa sangka. pada akhirnya kita mengayuh sepeda bersama. menuju ujung jalan itu. melipat jarak. menyimpan rindu. atau bahkan merayu waktu. siapa sangka. pada akhirnya tuhan mempertemukan kita dengan cara yang takpernah dibayangkan. lalu, perasaan ini mengalir begitu saja. sebab, aku percaya, kamu akan datang tepat waktu. tidak terlambat. tidak tergesa-gesa.

begitulah. aku mengingatmu banyak-banyak. bukan sekadar mengingat. merindu lebih tepatnya. terlebih pada sore manis yang gerimis. setelah aku berjeda dengan banyak hal yang seringkali kaubilang sibuk itu. dan berkali aku bilang bahwa aku taksibuk. aku hanya mengisi waktu di antara jarak ratusan kilometer ini. menunggu pertemuan selanjutnya. percaya saja. toh, itu kenyataannya.

Pada Sore yang Takmanis

Sudah terlalu lama saya berdiam di kamar. Hanya menekuni satu per satu huruf dalam jurnal. Membuat reviewnya. Begitu seterusnya hingga akhirnya saya sadar. Ada banyak sarang laba-laba di ruang ini. Berdebu. Membuat ngilu.
Akhir-akhir ini, frekuensi menulis saya sungguh buruk. Saya hampir saja tidak menulis. Bahkan, sesingkat kicauan di jejaring sosial pun tidak. Rasanya saya sedang berada di antah. Yang terlalu sibuk dengan sesuatu yang entah apa.
Iya. Kuliah baru saya benar-benar menyita waktu saya. Membuat onar tatanan hidup saya--yang dulu hanya berisi senang-senang dan hura-hura. Jangan ditanya sekarang saya sedang apa. Ini pun saya sedang mencuri-curi waktu. Sekadar membersihkan debu dan jaring laba-laba di ruang ini. Pada sore gerimis yang sebentar lagi senja. Yang akan jauh lebih manis jika tanpa kejaran tenggat waktu. Tidak seperti sore ini yang sama sekali takmanis.
Ini pekan menjelang uas. Tidak terasa hampir sesemester saya sudah berada di jenjang ini. Tentu saja. Ada banyak hal yang berubah. Ada jadwal yang bernegosiasi dengan banyak hal. Ada banyak mimpi baru yang terus bertumbuh. Semoga tidak layu begitu saja seperti jenjang yang lalu.
Sudah. Sudah. Mari menulis yang lain. Agar sore yang takmanis ini bisa ditambah rempah. Biar tetap bisa ternikmati.