Hurip iku Hurup

Jejering wong urip iku sejatine kudu bisa tansah aweh pepadhang marang sapa wae kang lagi nandhang pepeteng kanthi ikhlasing ati. Manawa hurip ora bisa aweh pepadhang iku tegese mati.

Kamis, 17 Januari 2013

Untuk Kotaku yang Sedang Asyik Bercinta dengan Langit

Barangkali. Ya. Barangkali. Kita juga harus keluar rumah, Sayang. Pada kuncup tahun seperti ini. Sekadar bertelanjang kaki. Merasakan hujan dengan kaki kita. Melepas sejenak cerita tentang kita. Menikmati kotaku yang kata banyak orang sedang tidak baik. Pasti. Kau sudah melihat kotaku dari televisi di kamarmu, bukan? Ini kotaku, Sayang. Mungkin juga akan jadi kotamu, kelak.

Ah, mungkin langit sedang ingin berbagi kesedihan. Menangis banyak-banyak. Agar setelahnya dapat tersenyum banyak-banyak. Kotaku baik hati. Dia mau mendengarkan kesedihan langit. Menerima air matanya dengan dada yang lapang. Begitulah. Langit dan kotaku memang sedang dan senang berbagi air mata. Seperti yang sering kita lakukan, bukan? Semacam itulah. Cinta.

Haha
Lalu, untuk apa aku menangis, Sayang? Melihat langit dan kotaku yang sedang bercinta. Sementara mereka bahagia melakukannya. Lalu, untuk apa aku mencaci banyak orang, Sayang? Sementara langit dan kotaku saja takpunya rasa.

Barangkali. Ya. Barangkali, Sayang. Kamu setuju dengan pemikiranku itu, mari, kita keluar. Sekadar hadir melihat langit dan kotaku yang sedang merajut cerita. Atau membagi senyum pada segala sesuatu yang tergenangi air mata. Mencipta kebahagiaan pada semesta. Semuanya bisa dirayakan, bukan? Dengan atau tanpa kembang api.

Baiklah. Kalau kamu setuju. Di ujung jalan pulang itu, aku menunggumu. Aku memakai rok jingga senja. Dan kamu boleh memakai kemeja bening hujan. Lalu, kita bisa berbagi rasa pada rahasia. Siapa tahu. Langit dan kotaku cemburu. Kemudian, mereka berpisah di akhir cerita. Dan kita bisa bahagia. Tanpa pura-pura.